Aqiqah merupakan bagian dari syariat islam yang seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala ketika melaksanakannya. Oleh karena itu, ketentuan aqiqah dan tata cara pelaksanaan yang benar harus diketahui.
Jika Anda tidak memiliki ilmu tentang hal ini, tidak perlu khawatir. Sebab, postingan kali ini akan mengulas tentang ketentuan aqiqah dan tata cara yang benar dalam melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang shahih.
Table of Contents
ToggleWajib Beramal Sesuai Aturan dan Ketentuan yang Disyariatkan
Di dalam islam sebuah ibadah atau amalan hanya akan diterima oleh Allah Ta’ala ketika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan sesuai tuntunan sunnah. Allah Ta’ala berfirman :
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“(Allah)Yang telah menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk : 2).
Terkait dengan ayat di atas, Al-Imam Al-Fudhail bin Iyadh Rahimahullah berkata :
«هُوَ أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ»، قَالُوا: «يَا أَبَا عَليٍّ، مَا أَخْلَصُهُ وُأَصْوَبُهُ؟»، فَقَالَ: «إِنَّ العَمَلَ إِذاَ كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا صَوَابًا. الخَالِصُ أَنْ يَكُونَ للهِ، وَالصَّوابُ أَنْ يَكُونَ عَلَى السُّنَّةِ»،
“Yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar. Beliau ditanya ‘Wahai Abu Ali, apakah yang dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling benar?’. Beliau menjawab ‘Jika amalan tersebut ikhlas tapi tidak benar, maka tidak akan diterima. Jika benar tapi tidak ikhlas maka tidak diterima, sampai amalan tersebut ikhlas dan benar. Ikhlas dilakukan karena Allah semata, sedangkan benar karena sesuai sunnah.” (Kitab Madaarijus Saalikiin Karya Al-Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah [93/2].
Ketentuan-ketentuan Aqiqah yang Harus Terpenuhi
1. Usia Hewan Aqiqah
Salah satu ketentuan aqiqah yang harus terpenuhi adalah usia yang hewan aqiqah itu sendiri. Patokannya adalah hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam di bawah ini :
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً, إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ اَلضَّأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari dho’n (domba).” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 1963)
Makna Musinnah dalam hadits ini adalah onta yang sudah genap berusia 5 tahun, sapi yang sudah genap berusia 2 tahun, dan kambing yang sudah genap berusia 1 tahun.
2. Hewan Aqiqah Tidak Boleh Cacat
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي
“Empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban, yaitu buta sebelah dan jelas kebutaannya, sakit dan tampak jelas sakitnya, pincang dan tampak jelas pincangnya, sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” (Diriwayatkan 4 penulis kitab sunan ditambah dengan Imam Ahmad, dan haditsnya dianggap shahih oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Dalil di atas jelas sekali menunjukkan bahwa hewan yang akan disembelih sebagai hewan aqiqah tidak boleh dalam kondisi cacat seperti yang ada dalam hadits tersebut atau lebih parah dari itu.
3. Jumlah Hewan Aqiqah
Ketentuan aqiqah berikutnya terkait jumlah hewan aqiqah. Dalam hal ini, disyariatkan 2 ekor kambing atau domba untuk anak laki-laki, dan 1 ekor kambing atau domba untuk anak perempuan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam :
عنِ الغلامِ شاتانِ مكافِئتانِ وعنِ الجاريةِ شاةٌ
“(Hendaknya dia menyembelih) dua ekor kambing yang setara untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan haditsnya dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah dalam Shahih Sunan Abu Daud No.2842).
4. Waktu Menyembelih Hewan Aqiqah
Ketentuan aqiqah berikutnya berkaitan dengan waktu pelaksanaannya. Dalil menunjukkan bahwa yang paling utama adalah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
كلُّ غلامٍ مرتَهَنٌ بعقيقتِهِ تذبحُ عنْهُ يومَ السَّابعِ ويُحلَقُ رأسُهُ ويُسمَّى
“Setiap anak yang baru lahir tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya), dicukur, dan diberikan nama.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albany Rahimahullah dalam Shahih Sunan Ibnu Majah No.2580).
Penyebutan hari ketujuh menunjukkan afdholiyyah (paling utama). Tentu saja aqiqah boleh dilakukan selain hari ketujuh, bahkan meskipun si anak sudah dewasa.
Demikianlah penjelasan mengenai ketentuan aqiqah dan hal-hal lainnya. Harapan kami semoga bermanfaat bagi kaum muslimin, khususnya orang tua yang sedang merencanakan acara aqiqah atau nasikah untuk anaknya.